[Puisi] Kaulah Arti Yang Tersembunyi
Terpaku
dalam sendi, menangis dalam sepi
Kaulah curahan yang sengketa, menanam ribuan asa,
Tertimbun reruntuhan karam
Berkali kali kau semat dalam dada
Kaulah curahan yang sengketa, menanam ribuan asa,
Tertimbun reruntuhan karam
Berkali kali kau semat dalam dada
Tiada henti berkobar dalam jiwa
Senantiasa mengikis alunan tawa
Sedih, kau iringi gemuruhnya gelombang lara
Bagai badai kepenatan meng hantam kebisuan sukma.
Akulah
seberkas lamunan di ufuk cakrawala, tirai mimpi di pagar rasa
Akulah bahasa cinta, kata katamu tak lagi bermakna,
Panutannya telah sirna
Berulang kali kaugali asalnya
Akulah bahasa cinta, kata katamu tak lagi bermakna,
Panutannya telah sirna
Berulang kali kaugali asalnya
Selalu merenggut keharmonisan pesona
Selamanya menguras limpahan bahagia
Pahit, kau titipkan pada jubah jubah kegelisahan
Seperti gulita merengkuh keindahan purnama.
Selamanya menguras limpahan bahagia
Pahit, kau titipkan pada jubah jubah kegelisahan
Seperti gulita merengkuh keindahan purnama.
Aduhai ruh yang bersembahyang dalam raga hidupmu,
Janganlah kau tenggelamkan angan-anganmu dalam semburan ombak kerinduan.
Penantianmu adalah secercah senyum di balik bui
Kebersamaan, cinta tak lagi menepi disana, dan kecewa akan segera melanda.
Janganlah kau tenggelamkan angan-anganmu dalam semburan ombak kerinduan.
Penantianmu adalah secercah senyum di balik bui
Kebersamaan, cinta tak lagi menepi disana, dan kecewa akan segera melanda.
Tak perlu kau lukis wajahnya, seniman pun telah enggan memotret ketangguhannya.
Kaulah
bangunan tua, mahligai kasih di atas duri-duri, nyanyian hari merinai sunyi
Akulah taman taman kusam, muram tak tertata, tak sedap dipandang mata
Maka tak senandunglah engkau bersama gumpalan awan
Akulah taman taman kusam, muram tak tertata, tak sedap dipandang mata
Maka tak senandunglah engkau bersama gumpalan awan
Menarilah engkau seperti ranting-ranting dilibas kekeringan.
Aduhai hati yang menggeliat dalam jasad hidupmu,
Bagimu dunia telah menenggelamkan kepemilikan rona manisnya.
Keterasingan adalah cambukan nasib di sela-sela pengharapan, kasihmu telah terpasung disana, muara cinta yang tak bertepi.
Aduhai hati yang menggeliat dalam jasad hidupmu,
Bagimu dunia telah menenggelamkan kepemilikan rona manisnya.
Keterasingan adalah cambukan nasib di sela-sela pengharapan, kasihmu telah terpasung disana, muara cinta yang tak bertepi.
Tataplah langit-langit cinta bersama kepakan sapa-sayap kematian: ketika diri
tak lagi diperduli, dan terkuburkan engkau dalam impian yang tak pasti.
Beritahu telah sempurna, zain
Kembalilah engkau, kembalilah mengusung hari.
Aduhai keterpisahan sinar dari cahayanya, rangkailah kembali bait-bait kesucian hati bersama bisikan nurani di keheningan malam ini.
Beritahu telah sempurna, zain
Kembalilah engkau, kembalilah mengusung hari.
Aduhai keterpisahan sinar dari cahayanya, rangkailah kembali bait-bait kesucian hati bersama bisikan nurani di keheningan malam ini.
Adakah engkau telah sadari, bunga bunga cinta akan selalu menyemerbak di setiap
kuncup-kuncupnya.
Harum napasnya menyelimuti bingkainya, dan kau pun segera mencium aromanya-binar segala lara.
Bangkitlah, bangkitlah engkau dalam menapaki hari.
Tidakkah daun-daun masih menghijau, burung-burung masih berkicau?
Harum napasnya menyelimuti bingkainya, dan kau pun segera mencium aromanya-binar segala lara.
Bangkitlah, bangkitlah engkau dalam menapaki hari.
Tidakkah daun-daun masih menghijau, burung-burung masih berkicau?
Tetapi mengapa kau tatapi kesendirian ini karena benci?
Mengapa pula tak kau menghapus gerakan dendam di dinding hati?
Dunia selalu berkata lain, zain
Begitupun cinta yang kau agungkan.
Mengapa pula tak kau menghapus gerakan dendam di dinding hati?
Dunia selalu berkata lain, zain
Begitupun cinta yang kau agungkan.
Berjanjilah tuk tetap memanjat saat: syarat menggapai sejuta rahmat.
Tak perlu kau sekarat, kemulian cinta takkan meherat.
Dunia belum kiamat, zain
Begitupun arah angin yang kau nantikan.
Tak perlu kau sekarat, kemulian cinta takkan meherat.
Dunia belum kiamat, zain
Begitupun arah angin yang kau nantikan.
Bangunlah zain, bangun!
Tak perlu kau selami mimpi-mimpi untukmu
Tak perlu kau sesali keterpurukan hari-harimu
Tak perlu kau hanyut dalam limbah kekecewaanmu
Tak perlu kau selami mimpi-mimpi untukmu
Tak perlu kau sesali keterpurukan hari-harimu
Tak perlu kau hanyut dalam limbah kekecewaanmu
Karena cinta selalu abadi
Kasih selalu sejati
Hidup selalu menguji.
Kasih selalu sejati
Hidup selalu menguji.
Engkau
adalah jiwa
Jiwa dalam napas
Napas dalam cinta.
Napas dalam cinta.
Oh,
senjamu yang memuncak di pohon cemara bertahanlah, kuatkan hatimu memeluk
kelakuannya
Ada hikmah di balik sapuan ingin prahara
Ada hikmah di balik sapuan ingin prahara
Jatuh bangunan adalah bahasa yang dikatakannya.
Akulah kini sang mengembara yang telah kembali,
Meraih mimpi di penghujung hari
Akulah kini sang pertama yang membuka diri,
Akulah kini sang mengembara yang telah kembali,
Meraih mimpi di penghujung hari
Akulah kini sang pertama yang membuka diri,
Menempa mukjizat di lembah nabi
Aduhai suara yang menyerukan kedamaian hati,
Sirnalah kegalauan yang melanda jiwa yang merunduk, cinta hakiki pun segera bersemi
Berkasih rerimbunan makna, bersatu titik cahaya, bersekutu dalam segala rasa: semoga engkau berlinang bahagia.
Aduhai suara yang menyerukan kedamaian hati,
Sirnalah kegalauan yang melanda jiwa yang merunduk, cinta hakiki pun segera bersemi
Berkasih rerimbunan makna, bersatu titik cahaya, bersekutu dalam segala rasa: semoga engkau berlinang bahagia.
Karya : Zain Bamuala
Puitis.
ReplyDelete